Pada tulisan sebelumnya dibahas pola
pikir membaca yang salah yang kita warisi sejak kita kecil.
Sekarang, pembaca tentu ingin
tahu, apa pola pikir membaca yang benar? Beberapa diantaranya :
1. Pembaca yang efektif mempunyai ragam
kecepatan sesuai dengan ragam bahan bacaan dan ragam tujuan membaca.
Kebanyakan orang membaca dengan kecepatan yang sama untuk semua bahan bacaan.
Padahal ada
banyak jenis bahan bacaan: novel, buku pelajaran, surat kabar, surat kontrak,
dokumen perusahaan, buku untuk menambah pengetahuan, tabloid, majalah dsb. Jenis
bahan bacaan yang berbeda seharusnya dibaca dengan kecepatan yang berbeda pula. Idealnya, kita membaca surat kabar lebih cepat dari pada membaca surat kontrak
kerja. Bahan bacaan surat kabar tidaklah "seberat" bahan yang tertera dalam sebuah kontrak kerja. Resiko salah membaca surat kabar juga lebih kecil, ketimbang salah membaca
kontrak yang akibatnya bisa fatal.
Juga, bagi seorang
mahasiswa misalnya, membaca textbook dengan tujuan memahami mata kuliah, tentu berbeda dengan kecepatan membaca tabloid olahraga dengan tujuan
keingintahuan saja.
2.
Berpikir
kebalikan dari seorang penulis.
Seorang penulis
menambah kata agar tulisannya jelas
dibaca. Seorang pembaca harus mengambil prinsip kebalikannya : tidak usah
membaca lagi bila ide tulisan sudah jelas.
Seorang penulis
mempunyai ide, lalu dia menghidangkan ide kepada pembaca dengan menggunakan
kata-kata (sama seperti saya saat ini sedang menyusun kata-kata agar pembaca lebih mengerti ide saya). Sebuah tulisan adalah
rangkaian kata – kata yang menjadi “kendaraan” si penulis menyajikan
ide. Nah, bila ide sudah kita mengerti, maka kita tidak memerlukan “kendaraan’
itu lagi. Kita tidak perlu membaca semua
kata yang dihidangkan oleh penulis.
3. Kita adalah
tuan atas buku yang kita baca. Bukan sebaliknya.
Kita
adalah tuan atas buku yang kita baca.
Buku adalah hamba kita. Kitalah yang berkuasa menentukan (pada saat membaca
sebuah buku) : apa yang kita mau baca,
halaman berapa, kapan kita baca, bagian mana yang kita mau lihat, atau bagian
mana yang tidak dilihat sama sekali dst. Buku tsb tidak bisa protes bukan?
Namun banyak
orang “takut” dengan buku. Apa lagi buku yang tebal-tebal. Seolah – olah buku
itu “tuan” mereka yang sedang menghakimi dan menuntut untuk dibaca. Pernah merasakan hal ini? Ada perasaan frustrasi yang hinggap karena tidak
sanggup membaca buku sampai selesai.
Umumnya rasa
“takut” muncul karena kita tidak tahu prinsip atau cara membaca secara efektif. Begitu anda memahami caranya, anda
akan segera mengalahkan buku itu.
Rileks! Buku
adalah hamba yang baik yang melayani
kita untuk membuka dunia dan pengetahuan. Dengan mengerti prinsip – prinsip
membaca efektif, kita akan mampu menguasainya dan memperlakukan buku sesuai
kebutuhan dan kemauan kita. Savvy?
Komentar
Posting Komentar